Kamis, 19 Mei 2011

Renungan

بِسْـــــــمِ أللَّهِ ألرَّحْمَنِ ألرَّحِيْ

Sore itu Hasan al-Bashri sedang duduk-duduk di teras rumahnya.
Rupanya ia sedang bersantai makan angin. Tak lama setelah ia duduk bersantai, lewat jenazah dengan iring-iringan pelayat di belakangnya. Di bawah keranda jenazah yang sedang diusung berjalan gadis kecil sambil terisak-isak. Rambutnya tampak kusut dan terurai, tak beraturan.

Al-Bashri tertarik penampilan gadis kecil tadi.
Ia turun dari rumahnya dan turut dalam iring-iringan. Ia berjalan di belakang
gadis kecil itu. Di antara tangisan gadis itu terdengar kata-kata yang menggambarkan kesedihan hatinya. “Ayah, baru kali ini aku mengalami peristiwa seperti ini.” Hasan al-Bashri menyahut ucapan sang gadis kecil, “Ayahmu juga sebelumnya tak mengalami peristiwa seperti ini.”

Keesokan harinya, usai salat subuh, ketika matahari menampakkan
dirinya di ufuk timur, sebagaimana biasanya Al-Bashri duduk di teras rumahnya. Sejurus kemudian, gadis kecil kemarin melintas ke arah makam ayahnya.
“Gadis kecil yang bijak,” gumam Al-Bashri. “Aku akan ikuti gadis kecil itu.”

Gadis kecil itu tiba di makam ayahnya. Al-Bashri bersembunyi di balik pohon, mengamati gerak-geriknya secara diam-diam. Gadis kecil itu berjongkok di
pinggir gundukan tanah makam. Ia menempelkan pipinya ke atas gundukan tanah itu. Sejurus kemudian, ia meratap dengan kata-kata yang terdengar sekali oleh
Al-Bashri. “Ayah, bagaimana keadaanmu tinggal sendirian dalam kubur yang gelap gulita tanpa pelita dan tanpa pelipur? Ayah, kemarin malam kunyalakan lampu untukmu, semalam siapa yang menyalakannya untukmu? Kemarin masih kubentangkan tikar, kini siapa yang melakukannya, Ayah? Kemarin malam aku masih memijat kaki dan tanganmu, siapa yang memijatmu semalam, Ayah? Kemarin aku yang memberimu minum, siapa yang memberimu minum tadi malam?

Kemarin malam aku membalikkan badanmu dari sisi yang satu ke sisi yang lain
agar engkau merasa nyaman, siapa yang melakukannya untukmu semalam,
Ayah?” “Kemarin malam aku yang menyelimuti engkau, siapakah yang menyelimuti engkau semalam, ayah? Ayah, kemarin malam kuperhatikan wajahmu, siapakah yang memperhatikan tadi malam Ayah? Kemarin malam kau memanggilku dan aku menyahut penggilanmu, lantas siapa yang menjawab panggilanmu tadi malam Ayah? Kemarin aku suapi engkau saat kau ingin makan, siapakah yang menyuapimu semalam, Ayah? kemarin malam aku memasakkan aneka macam makanan untukmu Ayah, tadi malam siapa yang memasakkanmu?”

Mendengar rintihan gadis kecil itu, Hasan al-Bashri tak tahan menahan tangisnya. Keluarlah ia dari tempat persembunyiannya, lalu menyambut
kata-kata gadis kecil itu. “Hai, gadis kecil jangan berkata seperti itu. Tetapi, ucapkanlah, “Ayah, kuhadapkan engkau ke arah kiblat, apakah kau masih seperti itu atau telah berubah, Ayah?

Kami kafani engkau dengan kafan yang terbaik, masih utuhkan kain kafan itu,
atau telah tercabik-cabik, Ayah? Kuletakkan engkau di dalam kubur dengan badan yang utuh, apakah masih demikian, atau cacing tanah telah menyantapmu, Ayah?”

“Ulama mengatakan bahwa hamba yang mati ditanyakan imannya. Ada yang menjawab dan ada juga yang tidak menjawab. Bagaimana dengan engkau, Ayah? Apakah engkau bisa mempertanggungjawabkan imanmu, Ayah? Ataukah, engkau tidak berdaya?”

“Ulama mengatakan bahwa mereka yang mati akan diganti kain kafannya dengan kain kafan dari sorga atau dari neraka. Engkau mendapat kain kafan dari mana, Ayah ?”

“Ulama mengatakan bahwa kubur sebagai taman sorga atau jurang menuju neraka. Kubur kadang membelai orang mati seperti kasih ibu, atau terkadang menghimpitnya sebagai tulang-belulang berserakan. Apakah engkau dibelai atau dimarahi, Ayah?”

“Ayah, kata ulama, orang yang dikebumikan menyesal mengapa tidak memperbanyak amal baik. Orang yang ingkar menyesal dengan tumpukan maksiatnya. Apakah engkau menyesal karena kejelekanmu ataukah karena amal baikmu yang sedikit, Ayah?”

“Jika kupanggil, engkau selalu menyahut. Kini aku memanggilmu di atas gundukan kuburmu, lalu mengapa aku tak bisa mendengar sahutanmu, Ayah?” “Ayah,
engkau sudah tiada. Aku sudah tidak bisa menemuimu lagi hingga hari kiamat nanti. Wahai ALLOH, janganlah Kau rintangi pertemuanku dengan ayahku di akhirat nanti.”

Gadis kecil itu menengok kepada Hasan al-Bashri seraya berkata,
”Betapa indah ratapanmu kepada ayahku. Betapa baik bimbingan yang telah kuterima. Engkau ingatkan aku dari lelap lalai.”

Kemudian, Hasan al-Bashri dan gadis kecil itu meninggalkan makam.
Mereka pulang sembari berderai tangis...SUBHANALLOH !!!

Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam ,bersabda:

"Apabila seorang anak Adam mati maka terputuslah seluruh amalnya kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shalih
yang selalu mendoakannya." (Hadits shahih riwayat Muslim (1631)

Alloh Azza Wa Jalla ,Berfirman .

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh;
maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At Tiin : 4-6)
 

Semoga Bermanfa'at

Mutiara Hikmah dalam 1001 Kisah

 
de